Upacara religi Tionghoa

  • Tradisi Bakar-Bakaran
Leluhur orang Tionghoa sebelum mengenal agama dan filsafat telah terlebih dahulu mengenal penghormatan pada leluhur. Penghormatan leluhur ini kemudian menjadi titik tolak dan dasar daripada kepercayaan tradisional Tionghoa yang muncul lebih dulu daripada semua agama yang ada di Tiongkok. Kepercayaan tradisional pada mulanya hanya mempercayai bahwa ada 2 alam di alam semesta ini, alam langit dan alam manusia. Alam langit merupakan tempat domisili para dewa-dewi yang dimuliakan, mempunyai kontribusi dan jasa yang besar bagi masyarakat pada zamannya. Setelah masuknya Buddhisme, alam baka ditambahkan ke dalam konsep ini, sehingga menjadi 3 alam. Evolusi kepercayaan tradisional Tionghoa ini kemudian mempercayai bahwa manusia setelah meninggal akan menuju ke alam baka, namun bagi manusia yang dianggap mempunyai kontribusi dan jasa besar bagi masyarakat dapat pengecualian untuk berdomisili di alam langit. Alam langit, alam baka juga dipercaya mempunyai pemerintahan, kehidupan interaksi masyarakat yang mirip dengan alam manusia. Atas dasar kepercayaan inilah, uang emas dan uang perak diciptakan. Uang emas (kim cua) adalah diperuntukkan kepada dewa-dewi di alam langit. Uang perak (gin cua) diperuntukkan kepada roh manusia di alam baka. Uang perak juga diperuntukkan bagi roh manusia yang gentanyangan di alam manusia (hantu).Mengapa dibakar? Ini dikarenakan kepercayaan bahwa dewa api adalah penghubung antara ketiga alam tadi. Ini lazim di zaman dulu di banyak kebudayaan lainnya di dunia.Sejak kapan? Tradisi ini tercatat pertama kali dalam literatur sejarah adalah di zaman Dinasti Jin (265 - 420). Di saat itu telah ada pembakaran uang kertas untuk menghormati leluhur. Tradisi ini menjadi tradisi umum di Tiongkok di zaman Dinasti Tang dan Dinasti Song.

Makna dari tradisi bakar-bakaran tetap saja adalah semacam simbolisasi saja. Simbolisasi atas penghormatan leluhur dan dewa-dewi. Dewa-dewi di dalam kebudayaan Tionghoa adalah makhluk adikodrat yang dimanusiakan, dianggap hidup dan bertindak seperti manusia. Itu makanya tidak heran kalau ada dewa yang mempunyai keluarga misalnya Yu Huang Da Di. Itu semuanya hanya untuk mendekatkan dewa-dewi dengan manusia. Sekarang, tradisi bakar-bakaran tetap saja ada dilaksanakan di sebagian kalangan Tionghoa. Namun pergeseran nilai juga mulai menggeser tradisi ini. Tanpa mengurangi rasa hormat bagi yang percaya, pemerintah Taiwan, HK atau Singapura mulai mendorong kebijakan mengurangi jumlah pembakaran uang kertas ini. Di Taiwan, selain memasyarakatkan semboyan "kurang jumlah, tidak kurang bakti", pemerintah juga bekerjasama dengan kelenteng-kelenteng untuk memusatkan pembakaran uang kertas di tempat pembakaran yang ditentukan pemerintah. Banyak kelenteng yang sudah meniadakan kompor-kompor tempat pembakaran uang kertas. Semua ini tujuannya untuk menjaga kebersihan lingkunga.. Bagi orang tua masih melaksanakan tradisi ini, demi menghormati mereka, disarankan agar jumlah uang kertas yang dibakar dibatasi dalam jumlah tertentu karena jumlah tidak mewakili besar ketulusan hati. Bagi yang beranggapan membakar uang kertas dalam jumlah besar dapat menyenangkan leluhur atau menunjukkan bakti, lebih baik tunjukkan rasa sayang anda itu semasa leluhur anda masih di dunia.

  • Cap Go Meh
Puncak atau akhir dari perayaan Sin Cia / Tahun Baru Imlek adalah Cap Go Meh yaitu tanggal 15 Cia Gwee merupakan malam pertama bulan purnama dalam Tahun Baru. Dalam Kehidupan kita sehari-hari dikenal hidangan khusus pada waktu Cap Go Meh yaitu yang dikenal dengan Lontong Cap Go Meh. Sembahyang pada waktu Cap Go Meh dilaksanakan pada tanggal 15 Cia Gwee antara Sien Si (07.00 - 9.00 ) sampai Cu Si ( 15.00-01.00) disebut sembahyang syukur saat Siang Gwan atau Gwan Siau. Pelaksanaan sembahyang cukup dengan Thiam hio atau upacara besar, penyelenggaraan sembahyang ini bersifat syukur, saat ini umat Konghucu memanjat do’a puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena pada saat Siang Gwa / Gwan Siau merupakan pada saat mulai diturunkannya berkah kehidupan, keselamatan dan kesejahteraan bagi segenap umat manusia.
Sembahyang syukur saat Siang Gwan tidak memerlukan altar khusus sebagaimana pada sembahyang, King Thi Kong atau sembahyang Dewa Dapur / Malaikat Dapur / Co Kun Kong, sehingga dapat dilaksanakan di altar / meja sembahyang orang tua yang telah meninggal dunia. Juga dapat dilaksanakan di altar Nabi di Lithang atau pun para suci (Sin Bing) terutama di altar Malaikat bumi ( Hok Tik Cing Sien )
Makna Hari Raya Cap Go Meh (Siang Gwan )Saat Siang Gwan merupakan hari pertama menyatakan sifat Maha Kasih, Maha Sempurna Tuhan Khalik semesta alam, sebagaimana tersurat dalam Kitab Babaran Rohani, Yak King yang berbunyi bahwa Thian mempunyai sifat Gwan yaitu Maha Sempurna, HingMaha Meliputi), Li (Maha Murah), dan Cing (Maha Kekal). Gwan artinya Yang Maha Sempurna.Khalik atau Pencipta yang menjadi di muka alam semesta.

  • Tahun Baru Imlek
Tahun Baru Imlek atau Sin Cia jatuh pada tanggal satu bulan Cia Gwee atau bulan pertama penanggalan / Tarikh Khongcu. Tarikh Kongcu merupakan sistem pananggalan dari Dinasti He (Tahun 2205 – 1766 SM ) yang diperhitungkan berdasarkan peredaran bulan dan matahari. Sistem penanggalan inilah yang sampai saat ini masih dipergunakan, yang dikenal sebagai penanggalan Imlek.
Sistem penanggalan tersebut dicanangkan untuk dipergunakan kembali oleh Nabi Khongcu yang hidup pada 551 – 479 SM, sehingga tahun pertama dari penanggalan Imlek tersebut dihitung mulai tahun kelahiran Nabi Khongcu,tepatnya tanggal 27 bulan delapan Imlek, tahun 551 SM sehingga tahun Imlek adalah tahun Masehi ditambah 551, oleh karena itu penanggalan Imlek ini sering disebut penanggalan / Tarikh Khongcu.

  • Makna Tahun Baru Imlek
Tahun Baru Imlek 1 Cia Gwee yang selalu jatuh pada bulan baru antara tanggal 21 Januari sampai tanggal 19 Pebruari Tarikh Masehi atau antara saat Tai Han (saat terdingin) sampai dengan Hari Hi Swi (musim semi).
Bagi masyarakat yang kurang mengerti, mereka mengatakan bahwa Si Cia Hari raya adat Tionghoa atau tradisi kebudayaan orang Tionghoa atau merayakan Pesta Musim Semi, atau sekadar bersenang-senang dan berkumpul dengan sanak keluarga, sehingga tidak mengherankan bila ada komentar yang mengatakan perayaan Sin Cia mengganggu harmoni kehidupan masyarakat Indonesia, atau tanggapan-tanggapan lain yang nadanya negative. Adanya larangan untuk merayakan Sin Cia yang dikeluarkan oleh otoritas yang tidak mengerti arti dan makna Hari Raya Sin Cia. Ada sementara kalangan yang menganggap sama sekali tidak ada hubungannya dengan agama. Sepintas lalu kalau dilihat dari warga masyarakat yang merayakan Sin Cia, mungkin pernyataan demikian seolah-olah benar, namun bila kita jujur dan konsekuen, maka apa yang dikatakan tersebut adalah salah dan memberikan kesan tak mengerti.
Setiap memasuki Tahun Baru, masyarakat etnis Tionghoa akan merenung dan memeriksa perjalanan hidup selama satu tahun, tugas apa yang belum dikerjakan dengan baik dan tugas apa yang harus kita kerjakan dalam menghadapi tahun mendatang. Bagi umat Khonghucu menyambut Tahun Baru / Sin Cia merupakan suatu momentum untuk memperbarui diri dalam arti meningkatan pembinaan diri sebagai upaya mengamalkan kebajikan yangh diwujudkan dalam kata dan perbuatannya secara sungguh-sungguh, sepanjang hidupnya, umat Konghucu merasa wajib mematuhi perintah agar menjadikan sebagai manusia susilawan (Kuncu / insan kamil).

Artikel terkait :

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites