Kebudayaan masyarakat etnis Tionghoa di Ketapang (Kal-Bar)

  • Sistem Religi Masyarakat Tionghoa :
Agama Resmi Masyarakat Tionghoa di Kabupaten Ketapang Menurut data dari Kantor Departemen Agama yang dianutnya sepertiga orang Tionghoa di Kabupaten Ketapang beragama Budha, Katolik, Protestan dan Konghucu.
Agama secara tradisional , orang Tionghoa percaya percaya bumi ini tidak hanya dihuni oleh manusia, tetapi juga oleh mahluk gaib lainnya yang dibuktikan oleh berbagai kejadian-kejadian yang nyata-nyata tidak dibuat oleh tangan manusia. Menurut kepercayaan agama, Cina adalah politisme (menyembah banyak dewa) bukannya monoteisme (menyembah satu Allah).
Dalam masyarakat etnis Tionghoa terdapat bermacam-macam dewa: diantaranya : dewa musim panen, dewa sungai, dewa kota, dewa dapur, dewa penyakit, dewa perang dan lain-lain. Jadi orang Cina tidak mengenal satu Tuhan – Tuhan yang Mahatinggi seperti halnya orang Yahudi, Kristen dan Islam. Hubungan mereka terhadap kekuatan spiritual, dewa-dewa dan nenek moyangnya sangat diritualkan. Mereka memberi sesajian terhadap roh, memberikan kurban dan kadang – kadang bahkan melakukan puasa dan semedi. Akan tetapi, tujuan utamanya adalah untuk mencapai keselarasan antara manusia dan “dunia lainnya”, terutama dengan menentramkan sang dewa dan roh.
Pemujaan Nenek Moyang merupakan praktek agama yang tertua dan tersebar luas. Kecuali bagi mereka yang memeluk agama Islam, Lamaisme dan Kristen, setiap rumah tangga Cina melakukan pemujaan nenek moyang tanpa memandang kelas sosial dan letak geografisnya.
Kebanyakan rumah Cina memiliki altar, atau mezbah, yang terdiri atas meja kecil yang dihiasi dengan nama, gelar, dan tanggal kelahiran serta kematian anggota keluarga yang meninggal. Biasanya pada tanggal I dan 15 setiap bulan menurut kalender komariah ( yang didasarkan pada orbit bulan) serta tanggal festival lainnya (misalnya Tahun Baru kalender Komariah) diadakan berbagai upacara. Upacara ini terdiri atas pemberian makanan dan anggur, membakar kemenyan, dan kadang kala membakar batangan perak tiruan, Sesajian ini diperuntukkan bagi para arwah leluhur ini perlahan-lahan berkembang selama berabad-abad dan mewakili bentuk asli kepercayaan dan praktek keagamaan Cina.
Taoisme pada mulanya merupakan suatu filsafat yang diturunkan dari ajaran Lao Tse, yang hidup pada abad ke -6 sebelum Masehi dan Chuang Tzu yang hidup pada abad ke- 4 sebelum Masehi. Taoisme menekankan keselarasan antara manusia dan alam dan menjunjung prilaku pasif. Setelah berabad-abad, filasafat ini akhirnya menjadi satu agama, dan dibawah pengaruh Budhisme, memiliki dewa, kuil, dan pendeta sendiri.
Taoisme memisahkan alam manusia ke dalam aspek roh. Meskipun pembebasan roh (jiwa) merupakan tujuan puncaknya, penganut Taoisme juga terlibat dalam penyelidikan dunia fisik. Keterlibatan inilah yang mendorong para Taoisme ke dalam ilmu kimia semu untuk mencari zat pembebas yang akan membawa kepada hidup abadi.
Kongfucuisme bukanlah suatu agama, melainkan suatu filasafat moral dan sosial. Kongfucuisme didasarkan pada ajaran Kongfucu, yang hidup dari tahun 551-479 SM Kongfucu menekankan pentingnya hubungan yang etis dan keagungan manusia. Dua ajaran utama Kongfucuisme adalah jen dan I jen dodefinisikan sebagai cinta kasih manusia, atau pokok hubungan manusia, sedangkan I adalah apa sepantasnya atau, dengan kata modern, kewajiban seseorang terhadap sesamanya.
Menurut pikiran Kongfucuisme, peningkatan kesejahteraan manusia harus dimulai dengan pembinaan seseorang melalui pendidikan. Peningkatan ini melangkah menjadi aturan hidup keluarga dan kehidupan bangsa bagi ketenangan dunia dan, pada puncaknya, bagi terciptanya kesejahteraan yang diidam-idamkan. Menurut Kongfucuisme, alam manusia akan terjelma dengan baik lewat cinta kasih orang tua dan anaknya. Oleh karena itu penekanan diletakkan pada ajaran hormat-menghormati antara orang tua dan anak, baik disekolah maupun di masyarakat. Apabila seseorang hormat terhadap prang tuanya, dia dapat diharapkan patuh terhadap penguasa, baik terhadap saudaranya dan dapat dipercaya oleh teman-temannya.
Budhiisme masuk ke Cina dari India sekitar permulaan zaman Kristen. Budha lalu menjadi agama besar dan tersabar luas. Meskipun banyak pendeta Kongfucuisxme menyesalkan pangaruah agama Budha, mereka tidask dapat menghentikan penyebarannya. Mungkin alasan utamanya adalah karena sejak dinasti Han yang terakhir (pada abad ke-2) hingga abad ke-6, di Cina tidak terdapat kedamaian dan persatuan. Akhirnya, banyak orang mencari naungan dibawah Budhisme.

Penduduk yang mendiami wilayah Kabupaten Ketapang sebagian besar adalah suku Melayu yang beragama Islam dan mereka melaksanakan ibadah sudah tersedia masjid, surau yang memadai. Sedangkan bagi masyarakat etnis Tionghoa ada ditemukan beberapa rumah ibadah etnis keturunan Tionghoa yang khas, yaitu Vihara atau kelenteng dapat ditemui pada banyak tempat di Kota Ketapang. Pelestarian kepercayaan / religi leluhur etnis Tionghoa dilakukan dengan membangun pekong-pekong. Pekong-pekong / vihara tersebar dimana-mana, antara lain di pinggir jalan, sungai dan kaki bukit, penggir hutan, ditengah kampung ditengah kota dan pinggiran kota. Ukuran pekong itu sangat bervariasi, ada yang kecil, menengah dan besar.
Tulisan yang terdapat pada bagian-bagian badan pekong-pekong itu pada umumnya bertulisan huruf Tionghoa dan disana sini penuh dengan ornament, bermotif gambar naga dan singa dan pohon bambu. Pekong-pekong selalu berwarna merah terang dengan tulisan tulisan yang bewarna kuning keemasan. Ajaran yang menjadi permasalahan adalah Khong Hu Cu sebagai salah satu unsur kepercayaan etnis Tionghoa. Kepercayaan ini adalah “Kohesi Religius” dari tiga sumber, yaitu : 
  • Konfuisianisme, Budhisme dan Taoisme dan ketiga isme tersebut biasanya disebut dengan Sam Kaw atau Tri Dharrna.
Ada beberapa nama tempat ibadah etnis Tionghoa dan asal usulnya seperti Kelenteng dan Vihara. Klenteng atau Kelenteng adalah sebutan untuk tempat ibadah penganut kepercayaan tradisional Tionghoa di Indonesia pada umumnya. Dikarenakan di Indonesia, penganut kepercayaan tradisional Tionghoa sering disamakan sebagai penganut agama Konghucu, maka klenteng dengan sendirinya disamakan sebagai tempat ibadah agama Konghucu.

Tidak ada catatan resmi bagaimana istilah "Klenteng" ini muncul, tetapi yang pasti istilah ini hanya terdapat di Indonesia karenanya dapat dipastikan kata ini muncul hanya dari Indonesia. Sampai saat ini, yang lebih dipercaya sebagai asal mula kata Kelenteng adalah bunyi teng-teng-teng dari lonceng di dalam kelenteng sebagai bagian ritual ibadah.Klenteng juga disebut sebagai bio yang merupakan dialek Hokkian dari karakter (miao). Ini adalah sebutan umum bagi klenteng di Tiongkok.Pada mulanya "Miao" adalah tempat penghormatan pada leluhur "Ci" (rumah abuh). Pada awalnya masing-masing marga membuat "Ci" untuk menghormati para leluhur mereka sebagai rumah abuh. Para dewa-dewi yang dihormati tentunya berasal dari suatu marga tertentu yang pada awalnya dihormati oleh marga / family / klan mereka. Dari perjalanan waktu maka timbullah penghormatan pada para Dewa / Dewi yang kemudian dibuatkan ruangan khusus untuk para Dewa/Dewi yang sekarang ini kita kenal sebagai Miao yang dapat dihormati oleh berbagai macam marga, suku. Saat ini masih di dalam "Miao" masih juga bisa ditemukan (bagian samping atau belakang) di khususkan untuk abuh leluhur yang masih tetap dihormati oleh para sanak keluarga / marga / klan masing-masing. Ada pula di dalam "Miao" disediakan tempat untuk mempelajari ajaran-ajaran / agama leluhur seperti ajaran-ajaran Konghucu, Lao Tze dan bahkan ada pula yang mempelajari ajaran Buddha.

Miao - atau Kelenteng (dalam bahasa Jawa) dapat membuktikan selain sebagai tempat penghormatan para leluhur, para Suci (Dewa/Dewi), dan tempat mempelajari berbagai ajaran - juga adalah tempat yang damai untuk semua golongan tidak memandang dari suku dan agama apa orang itu berasal. Saat ini Kelenteng bukan lagi milik dari marga, suku, agama, organisasi tertentu tapi adalah tempat umum yang dipakai bersama.

Artikel terkait :
Istilah Tionghoa
Sejarah kedatangan orang Tionghoa di Kalimantan Barat

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites